Showing posts with label ARTICLES. Show all posts
Showing posts with label ARTICLES. Show all posts

Tuesday, April 17, 2018

Stop BULLYING


Saat ini tindakan dan perilaku bullying kian marak terjadi, dan cukup menyedihkan karena terjadi di institusi pendidikan formal seperti sekolah. Berdasarkan penelitian lembaga riset Family First Aid di Amerika Serikat, setidaknya 30% remaja di sana pernah terlibat dalam bullying di sekolah– entah sebagai korban atau pelaku. Di Indonesia sendiri, jumlah bullying di sekolah atau kampus bertambah setiap tahunnya.

Bullying sendiri berdampak cukup signifikan terhadap perkembangan anak, terutama dampak yang negatif. Mereka yang menjadi korban bullying, tidak hanya mengalami dampak fisik, tetapi juga  berpotensi luka batin dan trauma, kepercayaan diri yang rendah, dan banyak masalah lain yang ditimbulkan akibat perilaku bullying. Bahkan dalam kasus-kasus ekstrim, pengaruh fisik bisa berakibat kematian maupun dampak emosional yang bisa mengakibatkan korban mencoba bunuh diri (bullycide).

Monday, March 5, 2018

Pengaruh Konflik Orangtua pada Anak




Selama 20 tahun terakhir, muncul sangat banyak riset yang menunjukkan korelasi antara kualitas pernikahan seseorang dan kualitas parenting mereka.
Dari sudut pandang seorang anak, rumah tangga yang paling supportif adalah rumah tangga dengan kedua orangtua yang minim konflik pernikahan.

Dengan kata lain, perkembangan emosi dan psikologis seorang anak berhubungan dengan intensitas konflik antara kedua orangtua mereka.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa orangtua mana pun akan mengalami konflik.

Nah, bagaimana konflik ditangani akan membuat perbedaan yang sangat besar efeknya terhadap anak.
Pengaruh konflik pernikahan terhadap anak tidak didasarkan pertengkaran satu kali, tetapi pertengkaran yang berlangsung dari waktu ke waktu.

Sunday, March 5, 2017

Sibling Rivalry


Rasanya bahagia jika antar saudara kandung bisa hidup rukun bersama. Ini adalah kerinduan setiap orangtua. Namun kenyataannya, anak-anak yang tinggal dalam satu rumah pasti akan mengalami sibling rivalry.

Sibling rivalry bisa diartikan sebagai kompetisi antar saudara kandung, baik antar saudara kandung yang berjenis kelamin sama ataupun berbeda. Kompetisi ini bisa berwujud rasa iri hati atau cemburu, persaingan dan juga pertengkaran. Bersaing untuk mendapatkan sesuatu, seperti perhatian orangtua atau mainan baru. Bisa juga bersaing untuk membuktikan sesuatu, seperti berusaha menjadi yang paling berprestasi dalam keluarga, menjadi yang paling disayang oleh orangtua, paling banyak teman, dan lain-lain.

Sibling rivalry bisa mulai terlihat saat hadirnya sang adik. Ada anak yang menunjukkan sikap senang dengan hadirnya sang adik, tetapi banyak yang mulai menunjukkan sikap makin rewel atau semakin tidak mau berpisah dengan ibunya. Ia merasa tidak lagi menjadi yang paling istimewa, karena perhatian orangtua tercurah pada adiknya, waktu bermainnya dengan orang tua berkurang dan keinginannya tidak lagi paling diutamakan.

Tuesday, February 7, 2017

Buah Hatiku Berkebutuhan Khusus


Dikaruniai seorang anak dengan kebutuhan-kebutuhan khusus (ABK) bisa menjadi awal sebuah “perjalanan”, bahwa belajar membesarkan anak berkebutuhan khusus bukanlah sebuah peristiwa melainkan sebuah proses. Adakalanya Anda akan mengalami berbagai emosi yang tak mudah sewaktu berjuang untuk memahami kebutuhan khusus anak dan peran Anda sebagai orangtua.

Saat Anda butuh kekuatan, ijinkanlah Roh Kudus-Nya menghibur dan menunjukkan apa yang harus Anda lakukan. Percayalah bahwa Allah akan membentuk Anda menjadi setara dengan tantangan yang Anda hadapi, dan akan memberkati Anda dengan wawasan serta pemahaman dalam membuat keputusan-keputusan yang menyangkut kesejahteraan ABK.

Berikut beberapa langkah yang bisa Anda lakukan sebagai orangtua dengan ABK:

Wednesday, January 4, 2017

Tantrum pada Anak


Pernahkah Anda sebagai orang tua mengalami kegalauan dan merasa bingung ketika anak marah, menangis, bahkan sampai berguling-guling di lantai?

Salah satu masalah yang sering dihadapi orang tua yang memiliki anak-anak adalah TANTRUM.
Tantrum adalah luapan emosi kemarahan pada anak yang tidak terkontrol. Pada umumnya tantrum terjadi pada anak-anak yang berusia 1 sampai 3 tahun.  Perilaku yang ditunjukkan pada saat tantrum antara lain : meraung, menjerit, menangis, menghentakkan kaki bahkan berguling-guling di lantai.

Nah, tantrum harus diatasi dengan benar dan bijaksana sejak dini. Bila tidak, maka anak akan menggunakan tantrum untuk memanipulasi orang tua dan orang-orang tertentu. Anak pun akan tumbuh menjadi anak yang egois.

Monday, October 24, 2016

Gaya Belajar Anak


Lain lubuk lain belalang. Lain anak lain gaya belajarnya. Supaya tidak salah gaya, yuk cari tahu apa gaya belajar yang cocok dengan anak-anak kita. Ini contekannya!

Sama halnya dengan keunikan tiap individu, masing-masing anak ternyata punya gaya belajar tersendiri. Meski bersekolah di sekolah yang sama, duduk di kelas yang sama, gaya belajar tiap anak ternyata tidak sama. Perbedaan itu bahkan ada pada anak-anak dari satu keluarga. Seperti kakak, adik bahkan saudara kembar sekalipun.

Saat mengikuti pelajaran di kelas, ada murid yang begitu tekun menyimak meski sang guru menyampaikan materi pelajaran seperti orang berceramah berjam-jam. Ada yang terkesan hanya memerhatikan sepintas lalu, meski sebetulnya mereka membuat catatan-catatan kecil di bukunya. Namun banyak juga anak yang merasa bosan.

Ada anak yang lebih mudah menangkap isi pelajaran jika disertai praktik. Anak semacam ini lebih suka berkutat di laboratorium ketimbang mendengar penjelasan guru. Sedangkan anak lain, mungkin lebih tertarik mengikuti pelajaran yang disertai berbagai aspek gerak. Contoh, guru yang menerangkan materi pelajaran kesenian sambil sesekali diselingi nyanyian dan tepuk tangan.

Ada juga anak yang harus bersemedi dan menutup pintu kamar rapat agar bisa konsen belajar. Sebaliknya, cukup banyak juga anak yang mengaku justru terbuka pikirannya bila belajar sambil mendengarkan musik.

Nah,
sudahkah orangtua mengenali gaya belajar anak? Anak akan mudah menguasai materi pelajaran dengan memakai cara belajar mereka masing-masing.

From Visual to Kinestetik

Menurut DePorter dan Hernacki (2002), anak belajar dengan menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Berdasarkan ini, ada tiga jenis gaya belajar yang digunakan seseorang dalam memproses informasi, yaitu visual, auditory, dan kinestesis.

Sunday, March 20, 2016

Mengatasi Stress pada Anak


Stres adalah ketika seseorang merasa tidak mampu memenuhi tuntutan atau harapan besar yang dibebankan pada dirinya, oleh orang lain, lingkungan ataupun diri sendiri.
Nah, di dalam kehidupan sehari-hari,  apabila ada kondisi yang tidak diharapkan terjadi, maka seseorang akan segera berusaha mengatasinya untuk mencapai keadaan seimbang. Bila usaha tersebut gagal, ia akan mengalami tekanan.
Kemudian, jika tekanan itu berubah menjadi penderitaan dan putus asa, maka timbulah masalah dalam kesehatan dan tingkah laku, yang berbeda dari perilaku “normal” sebelumnya. 

Banyak orangtua tidak menyadari bahwa anaknya stres.  Sesungguhnya, semua anak pernah memperlihatkan tanda stres. Tetapi jika orangtua melihat perubahan perilaku selama lebih dari dua minggu, orangtua perlu waspada. Jangan menunggu sampai stres pada anak kita berkembang menjadi depresi. Apabila tidak diatasi dengan baik akan berdampak pada perkembangan selanjutnya.
Apalagi jika seorang anak mengalami sakit dalam waktu lama dan setelah dikonsultasikan ke dokter tidak ditemukan penyebab pastinya, maka ada kemungkinan pernyakit tersebut bukan disebabkan virus, bakteri atau kerusakan pada tubuh melainkan disebabkan pikiran anak yang sedang stres.

Apabila anak kita mengalami stress, bagaimana cara mengatasinya?
Hal ini sebagian besar bergantung pada apakah kita dapat menentukan apa yang menjadi sumbernya. Jika sudah diketahui sumber dari stres itu, maka kita akan dapat langsung menangani masalahnya. Tetapi, jika sumber tekanan itu masih tersembunyi atau belum jelas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk membantu anak mengatasi stress. Antara lain :

Saturday, March 19, 2016

Mengenali Sumber Stress pada Anak


Beberapa waktu yang lalu banyak media ramai membicarakan tentang terjadinya peristiwa bunuh diri dari seorang anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Banyak pakar Psikologi yang mencoba menganalisa penyebab dari peristiwa yang menghebohkan ini.  Pengaruh media televisi, ingin menarik perhatian orangtua, perasaan malu, …. dan yang utama adalah karena ketidakmampuan menangani stres yang yang mereka simpulkan.

Apakah stres hanya terjadi pada orang dewasa?
Selama ini, mungkin kita  berpikir bahwa stres hanya mungkin dialami oleh orang dewasa yang memiliki tingkat kesulitan hidup yang lebih kompleks.
Ternyata tidak hanya orang dewasa saja yang bisa mengalami stres, anak-anak pun bisa mengalami gangguan ini.  
Ada beberapa berita terkini, sebagai berikut :
-        Survey terbaru iVillage menemukan bahwa hampir 90% ibu menganggap anak-anak sekarang jauh lebih stres dibandingkan mereka dulu.
-        Penelitian menemukan bahwa antara 8 dan 10 persen anak-anak Amerika mengalami kesulitan dan gejala-gejala serius akibat stres.
-        University of Rochester Medical Center meneliti selama 3 tahun terhadap anak usia 5 – 10 tahun menemukan bahwa anak-anak yang berada di bawah tekanan dengan orangtua dan keluarganya lebih sering sakit yang disertai demam dibandingkan anak-anak lain.

Pertanyaan yang penting adalah : apakah stres merangsang anak atau justru melumpuhkan?
Untuk mengetahui jawabannya, orangtua perlu mengetahui bagaimana anak kita menghadapi stres yang normal dan tanda fisik apa yang diperlihatkan anak ketika kewalahan.
Jika pada tingkat tersebut stres berpengaruh sangat negatif, orangtua harus turun tangan demi kesehatan fisik dan psikologis anak.
Jika stres dibiarkan dan tidak diatasi dengan baik, maka dapat menyebabkan penyakit secara fisik, emosi maupun mental. Stres yang kronis juga merusak sistem imun, menjadikan anak mudah terjangkit pilek dan demam, asma, diabetes dan penyakit lainnya.

Nah,  bagaimana kita sebagai orang tua dapat mengetahui gejala stres pada anak?  Apa saja penyebab stres pada anak?

TANDA-TANDA & GEJALA
Seorang anak yang stres dapat diidentifikasi dengan memperhatikan tingkah lakunya dan reaksi emosional.  Setiap anak merespons dengan berbeda, tetapi kuncinya adalah mengidentifikasi tanda perilaku fisik atau emosional anak sebelum dia kewalahan. Caranya adalah mencari yang bukan perilaku normal anak.

Sunday, January 10, 2016

Terus Belajar Menjadi Orangtua


Skenario yang umum terjadi pada orangtua saat marah dan kehabisan akal menghadapi anaknya adalah : orangtua akan berteriak, membentak, memukul, mencubit, menjewer, atau minimal mengomeli.  Yang kita pikirkan cuma satu, anak ini perlu diberi pelajaran supaya kapok dan tidak mengulangi perbuatan nakalnya.
Apakah dengan cara demikian kita sedang mengajar anak kita agar disiplin mengendalikan diri dan melakukan apa yang benar? Sayang sekali jawabannya adalah tidak!  Justru sebaliknya, apa yang ditangkap oleh anak kita adalah : “Beginilah caranya yang Papa dan Mama lakukan kalau sedang marah dan tidak suka dengan sesuatu, kita boleh marah-marah dengan berteriak atau memukul dan menyakiti.”

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orangtua tentu menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya, kita ingin memberikan mereka pelajaran yang baik tentang kehidupan, agar kelak mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang berguna dan bertanggung jawab, menjadi berkat bagi komunitas dan masyarakat kemana pun mereka pergi.
Tetapi pada kenyataannya, kebanyakan kita merasa frustasi menghadapi ulah anak-anak yang menurut kita menjengkelkan. Mengapa frustasi? Karena memang kita tidak pernah ikut sekolah atau kuliah yang mengajarkan bagaimana caranya menjadi orangtua. 

Cobalah renungkan, kita dipersiapkan lebih dari 15 tahun menempuh pendidikan formal untuk meniti karir yang kita jalankan sekarang, tetapi untuk peran seumur hidup sebagai orangtua ….berapa lamakah persiapan kita?

Thursday, September 17, 2015

Mengajar Anak Berdoa


Ora et Labora (berdoa dan bekerja), bukanlah slogan tanpa makna. Ini menunjukkan bahwa dalam hidup manusia, termasuk anak-anak, doa memegang peranan sangat penting baik untuk kehidupan sekarang maupun masa mendatang.

Seorang penulis dan motivator Stephen R. Covey mengajarkan, “Sebagai orangtua kita yakin bahwa tidak ada satu kegiatan apapun yang memiliki pengaruh yang menentukan pada seluruh kehidupan sebagaimana halnya dengan doa yang efektif.”

Mengajarkan anak berdoa bukanlah suatu pilihan untuk dilakukan orangtua, tetapi keharusan. Sebab doa menjadi hal utama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Bukan hanya bagi orang dewasa saja, tetapi doa harus dimulai sejak anak-anak kecil. Sama seperti makan, tidur, dan bernafas sangat penting untuk perkembangan fisik anak-anak, doa pun penting untuk pertumbuhan rohani mereka.

Dengan mengajarkan anak berdoa, berarti orangtua sedang membawa atau memperkenalkan anak pada Penciptanya. Anak bisa mengenal Tuhan ketika ia berbicara kepada-Nya melalui berdoa. Ingat, berdoa bukan sekadar berbicara pada Allah, namun memiliki satu pengertian yang lebih dalam, yakni berkomunikasi dua arah antara seorang yang berdoa dengan Tuhannya.

Tuhan Yesus secara langsung mengajarkan murid-murid-Nya tentang doa dan bagaimana seharusnya berdoa (Matius 6:1-15). Penting bagi kita, sebagai orangtua, memahami perkara ini. Sudahkah Anda mengajarkan anak Anda berdoa pada Tuhan Yesus? Jika belum, mulailah lebih dulu dari diri Anda sebagai orangtua, barulah membagikannya pada anak-anak.

Saturday, August 1, 2015

Father & Son


Pada umumnya, ibu memiliki porsi pengasuhan lebih besar terhadap anak dibandingkan ayah. Namun, bagi yang memiliki anak laki-laki, coba biarkan ayah menambah porsi dalam mengasuh anak laki-laki karena PENGASUHAN AYAH MEMILIKI PENGARUH BESAR DARIPADA IBU DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK LAKI-LAKI.

Para ayah perlu berinteraksi dengan anak-anaknya sedikitnya 2 jam sehari dan 6 jam saat week end. Dengan bertambahnya usia anak, jumlah waktu bisa saja berkurang. Namun kebutuhan anak laki-laki untuk berinteraksi dengan ayah, DUA KALI MELEBIHI kebutuhan anak perempuan.

"Hubungan ayah dan anak laki-lakinya memiliki pengaruh yang luar biasa dalam hidup seseorang. Bila hubungan itu sehat, pengaruhnya akan sangat positif pada si anak," kata Melanie Mallers, peneliti dari California State University, AS.
Tim peneliti juga menemukan bahwa pria yang memiliki hubungan kurang hangat dengan ayahnya cenderung lebih sulit dalam menghadapi stress sehari-hari. Mereka juga relatif lebih mudah tertekan, mudah marah, dan gampang sakit akibat stress yang mereka hadapi.

Lantas, jika demikian pentingnya, apa yang dibutuhkan anak laki-laki dari sosok ayah?

Tuesday, July 28, 2015

Father & Daughter


Beberapa tahun yang lalu, sebuah harian Nasional mencantumkan berita mengenai seorang remaja yang gagal mengikuti Ujian Negara karena hamil di luar pernikahan.
Bagaimana pun sang remaja menangis dan memohon, panitia ujian tetap pada keputusannya: peraturan pemerintah tidak mengizinkan remaja putri ini ujian.
Dunianya pun runtuh. Masa depannya hancur !!

Kasus-kasus seks pranikah makin banyak. Selain mengindikasikan adanya masalah dalam sistem keluarga, khusus untuk remaja, seks pranikah menunjukkan miskinnya informasi yang didapat anak dari orangtuanya.
Nah, penelitian Ilmu Psikologi menemukan bahwa peran ayah sangat besar dalam pertumbuhan anak perempuan. Salah satu sisi pengaman anak perempuan kita agar tidak mudah terjebak dalam seks pranikah adalah kedekatan dengan sang Ayah, karena dia membutuhkan figur seorang pria yang mengasihinya pada masa pertumbuhannya.

Ada perbedaan antara peran ayah dan peran ibu dalam membesarkan anak-anak berdasarkan jenis kelamin. Mungkin kita berpikir bahwa ibu lebih bisa mengurus anak daripada ayah, namun sebenarnya, ayah memiliki peran besar dalam perkembangan anak perempuannya.

Wednesday, July 22, 2015

Waspada ! Dunia sedang Menarik Anak Anda !!

Tahukah para orangtua, dunia dengan segala isinya sedang memikat anak-anak Anda untuk mereka menjadi serupa dengan dunia? Bahkan tanpa disadari banyak dari orang tua yang begitu saja melewatkan hari-hari bersama anak-anaknya tanpa menanamkan nilai-nilai Firman Tuhan dalam hidup mereka, tentunya dengan berbagai alasan dan masalah sebagai orangtua. Mengabaikan waktu terbaik untuk menanamkan nilai Firman Tuhan bagi anak, sesungguhnya orangtua sedang membiarkan anak-anak mereka berhadapan dengan penguasa-penguasa dunia, yaitu roh-roh jahat tanpa perlengkapan apapun.

 “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Amsal 22:6).

Iblis menunggu waktu yang baik
Strategi iblis untuk merusak anak-anak memang tidak secara terang-terangan, tetapi secara tidak sadar anak-anak dibawa untuk tidak mencintai Tuhannya. Untuk itu, orang tua harus mengetahui sarana efektif yang iblis pakai untuk membawa generasi muda menjauh dari hadirat Tuhan. Anak-anak tidak mau masuk hadirat Tuhan dan lebih memilih untuk berjam-jam menghabiskan waktu menonton film, mendengarkan musik dunia melalui internet, youtube, bahkan game online tanpa diawasi. Ini tragis!

Ketika saya menyampaikan Firman Tuhan di satu Sekolah Dasar Kristen terkenal di BSD, ada sekitar 100 anak yang hadir. Saya bertanya pada anak-anak terebut, apakah mereka sering mendengarkan musik dunia dengan menyebutkan salah satu judulnya “Lazy Song” by Bruno Mars? Dari 100 anak yang hadir 80% mereka menyukai lagu itu, bahkan mereka menggoyangkan badan tanpa saya menyetel lagu tersebut.

Tahukah Anda kalau isi dari lirik lagu tersebut mengandung unsur seksualitas yang sangat jorok dan pemberontakan terhadap orangtua? Malahan lagu itu disimpan dan dinyanyikan oleh anak-anak usia 7-12 tahun berulang-ulang, tanpa mengerti isi dari lagu tersebut. Secara tidak sadar iblis sedang men-download hal-hal yang negatif ke dalam diri anak-anak. Dengan mereka menyimpan dan mendengarkan musik dunia (yang tidak sesuai dengan prinsip FT), serta meniru si penyanyi, sesungguhnya mereka sedang diarahkan untuk menjadi serupa dengan dunia! Waspadalah! Generasi muda sedang ada dalam serangan si jahat.

Sunday, June 21, 2015

Absent Fathers, Lost Children


Peran ayah sangat penting dalam perkembangan anak-anak mereka, namun banyak ayah merasa ragu dengan tanggung jawab dan keistimewaan yang terkait dengan peran ini. Anak-anak membutuhkan ayah yang mencintai dan peduli kepada mereka secara konsisten.

Penelitian menunjukkan bahwa ayah yang terlibat secara aktif dalam membesarkan anak-anak mereka memberikan hasil yang positif dalam kehidupan mereka. Sebaliknya, ayah yang tidak terlibat secara aktif, anak-anaknya berkembang secara negatif. Seorang dosen di University of Southern California School of Medicine, menemukan kaitan yang sangat kuat antara gejala yang nampak pada orang-orang yang cenderung suka menganiaya dengan masa kanak-kanak yang sangat menderita.

63% anak remaja yang bunuh diri berasa dari keluarga tanpa ayah,  5 kali lebih tinggi dari angka rata-rata nasional (US Department of Health)
90% anak-anak yang lari dari rumah dan tak ada tempat tinggal, berasal dari keluarga tanpa ayah, 32 kali lebih tinggi dari angka rata-rata nasional (Journal of Justice & Behaviour)
80% pemerkosa yang dilatarbelakangi kemarahan berasal dari keluarga tanpa ayah, 20 kali lebih tinggi dari angka rata-rata nasional (US Department of Justice)

TAPI ....
Keluarga yang tinggal di lingkungan kriminal, namun dalam keluarga dengan peran orangtua stabil &
AYAH berperan dalam keluarga tersebut, maka 90% anak dari keluarga tersebut TIDAK mengalami kenakalan remaja (Development & Pscychopathology, 1993)

Friday, March 20, 2015

Anakku sudah REMAJA ?


Memiliki anak yang menginjak usia remaja seringkali menimbulkan banyak ketakutan pada orang tua. Antara lain ketakutan akan dampak pergaulan bagi remaja, kesaksian media massa cetak dan elektronik menunjukkan bahwa setiap hari ada saja berita tentang remaja, seperti tindakan kriminal, tawuran, ng-geng, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, kecanduan narkoba atau minuman keras, dan sebagainya. Kehidupan remaja tampak demikian rentan dari berbagai pengaruh buruk.

Mengingat semua itu sebaiknya sebagai orangtua memahami apa yang sepatutnya dilakukan terhadap remaja. Ada dua sikap ekstrim yang cenderung dilakukan oleh orangtua.
Satu sisi, orangtua yang bersikap terlalu keras atau mengekang, melarang anak dengan ketat dan memberikan hukuman jika terjadi pelanggaran. Tetapi di sisi lain, ada orangtua yang membiarkan atau memberikan kebebasan pada anaknya, tidak ada kontrol dan orangtua tidak peduli dengan apa pun yang dipilih anaknya. Nah, keduanya adalah sikap yang tidak sehat.

Orangtua perlu memahami bahwa kehidupan masa remaja merupakan salah satu fase kehidupan yang penuh dengan masa kritis. Masa remaja menjadi satu masa transisi paling sulit dalam hidup, yakni tahun-tahun paling genting bagi perkembangan mental seseorang. Sikap orangtua yang tepat akan sangat mendukung anak kita menghadapi masa tersulit dalam kehidupannya ini.
Rahasia dari orangtua yang berhasil adalah mengenali anaknya dengan baik. Orangtua perlu memahami apa yang ada di dalam pikiran dan perasaan anaknya. Untuk itu, marilah kita memahami anak remaja, maka kita akan mampu memperlakukan anak dengan benar, khususnya ketika mereka sedang remaja.

Sunday, January 4, 2015

Tahun Baru & Komitmen Baru

Selamat Tahun Baru 2015 !!

Tahun Baru biasanya identik dengan resolusi. Yaitu memperbaiki hidup untuk menjadi "lebih baik" dan juga memulai komitmen baru.  Umumnya kita melakukan resolusi dalam kehidupan pribadi, pekerjaan ataupun kehidupan keluarga.

Nah, sebagai orangtua alangkah baiknya kita juga membuat resolusi di tahun yang baru ini.
Untuk mewujudnyatakan resolusi, biasanya kita akan menyusun serangkaian target untuk kita penuhi di tahun yang baru. 
Tetapi resolusi kali ini, biarlah kita memperbaiki kesalahan-kesalahan yang tanpa sadar sering dilakukan orangtua, namun sangat berdampak pada tumbuh kembang anak.
Well, kita bukanlah orangtua yang sempurna yang tidak pernah melakukan kesalahan, tapi kita bisa belajar untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama ataupun mengulangi kesalahan yang sering dilakukan oleh orangtua pada umumnya.

Tuesday, December 2, 2014

Tradisi & Museum Kenangan

Anak-anak kita adalah salah satu harta yang Tuhan percayakan kepada orangtua.
Usaha apa yang telah kita lakukan untuk anak-anak kita?
Beberapa hal yang umum diusahakan oleh orangtua adalah perkembangan fisik dan pendidikan. Anak-anak diusahakan mendapat asupan makanan yang bergizi dan mendapat pendidikan yang terbaik. Biasanya pendidikan menjadi fokus yang dipersiapkan dengan matang oleh orangtua. Orangtua sibuk membanting tulang dari pagi hingga malam, dari Senin hingga Sabtu, untuk dapat memenuhi account mereka di bank demi masa depan anak.
Tetapi janganlah lupa, bahwa ada satu bank lagi yang harus kita isi, yaitu “bank memori” anak-anak.

Memori anak-anak kita ibaratnya seperti disk komputer, yang terus-menerus merekam informasi. Ada memori yang akan dihapus dan ada goresan yang tidak akan pernah terhapus dalam pikiran anak-anak kita.

Tuesday, September 16, 2014

Membangun Motivasi Anak




“Ah mama !!  Kenapa sih saya harus melakukannya ?”

Salah satu keprihatian terbesar yang sering didengar dari orangtua adalah, “Bagaimana caranya memotivasi anak-anak?” Sebagai orangtua, kita ingin anak-anak kita menjadi yang terbaik. Kita ingin mereka terdorong untuk belajar, berprestasi dan sukses dalam hidup mereka. Tetapi betapa pun baiknya maksud kita, banyak anak tidak mempunyai motivasi yang sama dengan kita.
Percaya atau tidak,  apabila anak termotivasi, maka anak akan melakukan yang terbaik dengan hati yang gembira.

Nah, apakah motivasi itu?
Motivasi adalah dorongan dari dalam yang membuat kita melakukan sesuatu. Motivasi mungkin berasal dari keinginan pribadi atau mungkin berasal dari luar. Bila kita memotivasi orang lain, berarti kita menginspirasikan harapan di dalam diri orang tersebut. Kita mendorong dia untuk bertindak atau mendorongnya untuk maju.  

Menurut Carol Dweck, seorang psikolog, "Dalam menentukan kesuksesan, motivasi seringkali lebih penting daripada kemampuan awal."

Bila anak-anak memiliki motivasi,  anak-anak akan merasa gembira mempelajari atau mencapai sesuatu. Mereka akan bersemangat mengerjakan tugas yang diberikan, baik di rumah maupun di sekolah. Bila mereka terbentur pada rintangan, mereka tidak menyerah hanya karena menghadapi tantangan yang sulit. Sebaliknya, ada semangat yang berkobar di hati mereka untuk terus maju.

Bagaimana kita – sebagai orangtua dapat menolong anak-anak agar tetap termotivasi untuk menghadapi setiap tantangan yang menghadang? Bagaimana kita dapat memperlengkapi mereka untuk mencapai semua rencana mereka yang indah?
Bagaimana caranya agar kita dapat memperbesar motivasi mereka dan bukan memadamkannya?

Thursday, August 14, 2014

Raising Emotionally Healthy Kids



Kecerdasan emosi (Emotional Quotient /EQ) menentukan seberapa baik manusia bisa berelasi dengan orang lain dan mengembangkan potensi kehidupan.
Kecerdasan emosi ternyata dikembangkan sejak masa kanak-kanak, dan keluarga adalah basis utama pembentukan emosi.

Tingkat kecerdasan emosi yang tinggi akan memastikan bahwa anak-anak  akan hidup bahagia, sukses dan bertanggungjawab sebagai orang dewasa.

Berikut adalah 10 cara untuk membantu anak-anak kita untuk meningkatkan kecerdasan emosi:

1. Orangtua menjadi model atau teladan kecerdasan emosional bagi anak.
Anak-anak bisa melihat bagaimana kita sebagai orang tua menanggapi rasa frustasi, atau mereka melihat bagaimana tangguhnya kita, dan mereka melihat apakah kita menyadari perasaan kita sendiri dan peduli pada perasaan orang lain.

2. Berani untuk berkata tidak pada anak.
Di luar sana banyak hal yang  ditawarkan untuk anak-anak kita dan mereka akan meminta dari semua yang ditawarkan itu. Dengan mengatakan tidak akan memberikan kesempatan kepada anak anak kita untuk berurusan dengan kekecewaan dan belajar mengenai pengendalian diri. Untuk tingkat usia tertentu, kita sebagai orang tua perlu mengizinkan anak-anak kita untuk mengalami frustasi dan belajar mengatasinya.